Gerimis Pagi-pagi
Sore, pukul 18:15 aku mulai menulis yang sedang kamu baca tanpa tahu mau menulis apa sebelumnya. Aku mulai menulis cuma karena ingin menulis, bentuk usaha membunuh Si Keparat yang sejak pagi meresahkanku: rasa bosan. Kukira tidak akan ada yang menghukumku. Kamu juga sering berusaha membunuhnya kan? Aku tahu. Mungkin lain kali kita bisa berkomplot, melakukan pembunuhan bersama.
Tetapi baru saja, tepat setelah paragraf pertama selesai kutulis, gerimis membocorkan satu rahasia padaku. Dia berbisik, lembut mengelus gendang telingaku. Bukankah suatu rahasia memang harus disampaikan dengan sembunyi-sembunyi? Dan sekarang akan kubuat informasi ini menjadi bukan rahasia lagi. Kusampaikan padamu secara terbuka: Tuhan tidak pernah menciptakan rasa bosan. “Kau mengada-ada soal rasa bosan.” bisik gerimis, “Kalau rasa kangen, itu masih mungkin diciptakan Tuhan dan ditanamkan padamu.”
***
Jika Jomblo Lalala, Maka Pacaran Yeyeye?
Hmm,.harus dari mana saya mulai? Titik start tulisan ini saya khawatirkan bakal ngasih pengaruh ke persepsi pembaca atas keberpihakan penulis terhadap kelompok tertentu. Sebab di sini saya mau nyoba nyampein pendapat tentang dua golongan yang secara de facto ada di lingkungan kita, baik lingkungan nyata maupun maya. Dua golongan ini punya sifat alamiah untuk saling bertentangan. Sedangkan saya mencoba netral, bahkan sebenarnya tidak mau ikut campur dan sok-sok-an berpendapat. Tapi lama-lama risih juga ngliatnya. Lha sosok yang dianggap tokoh (ustadz) aja ada kok yang masih ikut-ikutan ngurusin masalah beginian. Heuheu~ 🙂
Kau dan Rasa Kangenku
rindu ini terus membesar
mengeras dan membatu
menjadi semacam berhala
menyesaki ruang ibadahku…
dan engkau lah ibrahim
perkasa memegang kapak,
kekuatan di tanganmu.
maka tolong hancurkan!
runtuhkan!
tak perlu disisakan…
tapi kenapa engkau hanya diam, o kekasih?
apa kau tak memahami rinduku?
***
kangen ini terus mengalir
deras dan membanjir
menjadi semacam bencana
merusak khusukku…
dan engkau lah nuh
cerdas membangun bahtera,
ilmu pengetahuan di kepalamu.
maka aku mohon selamatkan!
angkat aku, naikkan
aku di bahteramu yang menenangkan…
tapi kenapa engkau memalingkan muka, o kekasih?
apa kau tak peduli terhadap rasa kangenku?
Cirebon, Oktober 2013
Tasbih Kayu
jika kuukir namamu di tiap 99 biji tasbih kayu milikku,
namamu ada di sela-sela jariku
bersamaan dengan nama-nama Tuhan di sela bibirku…
hahahahaha~
pasti kau akan marah padaku.
Bandung, 2013
Titik
di atas tanah yang sepuh
tubuh-tubuh
resah, rusuh
hingga runtuh
terjatuh
dalam nafsu kumuh…
di bawah rembulan yang tak utuh
tubuh-tubuh
rebah, rubuh
hingga labuh
menyentuh
subuh yang lusuh…
dari satu titik
hingga titik terjauh,
dari bentuk jentik
hingga tubuh utuh
yang terus merapuh…
bakal engkaukah yang terakhir kusentuh?
Bandung, 28 September 2013